Jumat, 04 Mei 2012

My Name is Adi and I'm Not A Terrorist


Dear diary… (ceilah, so sweet beud) haha.
Emm.., gue lagi pengen sharing aja tentang pengalaman dari hal-hal kecil yang terjadi dalam hidup gue (aseek). kemaren gue iseng-iseng buka folder koleksi foto pribadi dan akhirnya nemu beberapa foto yang lumayan berkesan buat gue. foto itu diambil pada waktu gue bersama sekitar dua puluh kawan satu kampus yang mewakili masing-masing jurusan dan fakultas menghadiri seminar umum Presiden Amerika serikat Barack  Obama di kampus Universitas Indonesia pada bulan November tahun 2010 silam.

Seperti yang kita ketahui segala hal mengenai presiden Negara Adidaya Amerika Serikat selalu menarik banyak perhatian dari dunia, termasuk Indonesia. Apalagi ketika tersiar kabar bahwa Obama bakalan berkunjung ke Indonesia. Sontak masyarakat Indonesia ramai memperbincangkan hal tersebut. Ada yang merespon positif dan banyak pula yang memberikan respon negative. Terlebih presiden berkulit hitam itu isu-isunya mempunyai keterkaitan dan kedekatan pribadi dengan Indonesia. Karena Sejarah masa kecilnya yang  pernah tinggal di Indonesia serta memiliki ayah tiri seorang warga Negara Indonesia. Mungkin karenanya Obama dianggap seolah anak rantau yang hendak pulang kampung.  Tapi buat gue hal itu biasa-biasa aja, gak rasional banget dalam benak gue. toh dia Cuma seorang kepala Negara yang memang sudah menjadi kewajibannya untuk melaksanakan tugas Negara, salah satunya mengunjungi Negara-negara sahabat dan melakukan hubungan kerjasama antar kedua negara.
Gue juga mendengar berita bahwa selain mengadakan pertemuan dengan presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono dan melakukan beberapa kerjasama, Obama juga akan menyampaikan pidato dalam seminar umum yang diadakan di kampus UI depok. Gue pikir Cuma orang-orang tertentu doang yang bisa mengikuti acara tersebut. Katanya sih beberapa kampus juga diundang, tapi kayanya gak mungkin deh kalo kampus gue. kalau pun iya, mungkin hanya orang-orang yayasan dan rektorat yang menghadiri acara itu.
Pada malam hari sebelum acara seminar umum itu, temen gue, Rian, ngasih kabar bahwa dia ditunjuk sama pihak rektorat untuk turut serta dalam acara itu. Dia juga bilang kalau masih ada satu kuota lagi karena ada satu orang yang batal ikut. Dia ngajak gue untuk ikut ke UI. Tanpa pikir panjang, gue langsung mengiyakan. Maka datanglah gue ke kampus setelah shubuh. Kami pun berkumpul. Banyak pula temen-temen yang gue kenal yang ikut serta dalam rombongan. Setelah semua didaftar dan dikasih kartu peserta seminar oleh pak Iwan, salah satu orang rektorat bidang kemahasiswaan, maka berangkatlah kami dari kampus kami tercinta, Unisma Bekasi menuju kampus UI Depok dengan menggunakan bis kampus.
Sebenarnya acara akan dimulai pada pukul 9, tapi kami berangkat jam setengah 6 pagi untuk menghindari kemacetan. Perjalanan kami pun terbilang lancar meskipun di beberapa tempat masih menjumpai macetnya ibukota. Maklum aja lah. Memasuki daerah Depok, beberapa jalur utama yang biasa dilalui kendaraan dikosongkan dan rute dialihkan ke jalan lain dengan pengawasan polisi. Ini nggak lain karena kemungkinan rencananya Obama bakalan lewat situ. Mendekati wilayah kampus UI, terlihat beberapa orang bule berjas hitam, kemeja putih dengan dasi hitam serta alat komunikasi yang menempel di telinga. Persis kaya’ agen FBI di film-film action Hollywood. Mungkin inilah yang disebut paspampres Presiden Amerika yang terkenal ‘perfect’ itu. Atau memang mereka agen CIA atau FBI. Gue yakin dibalik jas mereka ada pistol yang bisa mereka guanakan jika terjadi hal-hal tertentu. Mereka tersebar di beberapa titik dan di sepanjang jalan menuju gerbang kampus UI. Kemudian bis kami pun mendekati gerbang kampus. Disana sudah menunggu beberapa bule lain yang memeriksa bis dengan alat pendeteksi logam dan menyisir bagian kolong bis. Setelah dinyatakan aman, bis melaju kembali. Beberapa meter setelah melewati gerbang, bis dihentikan lagi. Sama seperti di depan gerbang tadi, bis di periksa. Kali ini bukan hanya bagian bawah bis tapi juga salah satu personil paspampres itu masuk kedalam bis dan memeriksa keadaan di dalam bis. Terlalu.
Dan setelah itu kita pun melanjutkan perjalanan kembali menuju tempat diselenggarakannya acara yaitu di Balairung. Sampailah kita disana. Semua turun dari bis.
Kita diinstruksikan untuk menunggu di sebuah pelataran yang nampaknya sebuah jalan terbuat dari papink blok sebagai akses menuju Balairung. Sudah banyak mahasiswa lain dari berbagai perguruan tinggi yang sudah datang lebih dulu. Cukup lama kita menunggu disana. Mahasiswa dari kampus lain pun berdatangan menambah sesak tempat itu. Berbagai macam warna almamater bersatu disana. Ada juga yang mengenakan batik, setelan jas dan lain sebagainya.

Setelah kira-kira satu jam kita menunggu, akhirnya kita diperbolehkan untuk masuk kedalam gedung. Semua orang mengantri. Beribu-ribu orang berjalan membentuk empat baris antrian panjang. Gue berada dibarisan ketiga dari kanan. Berdesakan, berjalan perlahan, dan bersabar. Matahari kian terik bersinar. Panas, sesak. Peluh bercucuran. ‘Sampe segininya pengen liat Obama’ celetuk temen gue waktu itu.
Ternyata setelah kian dekat, barulah gue tahu kalo yang membuat antrian lama dan panjang itu karena setiap orang harus diperiksa melalui pintu pemindai dan juga pemeriksaan manual oleh beberapa agen atau paspampres. Ada dua oeang di tiap pintu. Satu orang meriksa peserta, satu orang lagi meriksa barang bawaannya. Pemeriksaan keamanan berlapis. Orang-orang negeri adidaya itu emang sangat penakut. Takut kalo ada penyusup, ada teroris yang mau ngebunuh presidennya. Berlapis-lapis pengamanan dan pemeriksaan dilakukannya. Dasar Amerika.  
Satu demi satu orang di depan gue diperiksa. Lancar, aman. Begitupun dengan barisan lain di kanan kiri gue. Lalu giliran temen gue yang berada si depan gue. sesuai dengan instruksi, semua isi kantong dikeluarkan, termasuk dompet dan handphone. kartu tanda peserta diperlihatkan. Badan diperiksa dengan tongkat pemindai. Beres. Giliran gue. gue pengen cepet-cepet keluar dari antrian ini. gue kasih dompet dan handphone gue. juga kartu peserta. Setelah melewati pintu pemindai, gue diperiksa lagi. Om-om yang meriksa gue item, badannya gagah berisi. gue yakin dia sering maen di film-film holywood sebagai agen CIA. Tapi kalo kerjaannya Cuma meriksa orang gini sih sama aja kaya’ security di mall-mall. Hampir sama dengan orang yang meriksa dompet dan handpone gue. dari raut mukanya dia nampak keheranan dan menunjukan insting bahaya ketika melihat handphon gue. ditelitinya handpon gue. maklum waktu itu nokia 5070 kesayangan gue chasingnya lagi ancur. Keypadnya banyak yang copot. Sebagian navigaton key nya gue lakban biar nggak acak-acakan. Mungkin menurut analisisnya handpone itu bisa digunakan sebagai remote control bom rakitan berdaya ledak tinggi yang udah di simpen di dalem Balairung, tepat dibawah podium sang presiden. Adegan yang sering gue liat di film-film. Sekali gue pencet tombolnya, BOOM!!. Haha, lucu gue ngeliatnya.
Gue juga diperiksa lama sama si om security. Badan, kaki, selangkangan, pantat, ketek semua diraba-raba. Gila, gue ngeri kalo jangan-jangan om ini seorang gay. Konon katanya gay  lebih suka tipikal cowo yang imut-imut kaya gue. hiiyy.. Tapi tiba-tiba, ‘tuit-tuit-tuit’ tongkat pemindai yang dipake buat meriksa gue bunyi. Tepat disaku almamater sebelah kanan. Semua perhatian orang-orang amerika itu tertuju ke gue. atau bahkan semua orang yang ada disana juga.
“what this is??” Tanya si om item sok galak.
Gue kaget bercampur takut. Serius. gue takut kalo ada seseorang yang menyusupkan sesuatu kedalam saku almamater gue. dan  gue yang dituduh. Gue ngebayangin diinterogasi sama FBI, disiksa, sebelum akhirnya ditahan di Guantanamo. Dengan perlahan gue masukan tangan kedalam saku almamater, meraba sesuatu disana, dan…dapat. Sebuah benda berbentuk bulat, dan gepeng. Apakah gerangan?, Gue keluarin,eng-ing-eng…; koin gopean.! Hufh.., lega. Si om pun lega. Gue kirain udahan, tapi dia masih menggeledah gue. giliran tangan gue, dari pundak, ketek, siku, lengan, sampai pergelangan tangan. Dan, ‘Tuit-tuit-tuit’ Benda itu bunyi lagi. Gue heran, apaan lagi sih?
‘Show me!’ bentak si om item jelek bau ketek.
Gue liat ternyata kancing alamamater yang terbuat dari seng berwarna emas yang bikin tongkat sialan itu bunyi. Gue diliatin banyak orang. Sialan, Dasar American idiot gak tau diri. Udah dateng kerumah orang malah gak sopan sama pribumi. takut lu sama orang kecil kaya gue?, dasar cemen. gue pun dipersilahkan lanjut setelah handphone sama dompet gue dikembaliin. Serius, gue pengen banget ngomomg sama tuh manusia-manusia paranoid: “My name is Adi, and I’m NOT A TERRORIST!!, **shole!!. Persis apa yang dikatakan syah rukh khan di film My Name Is Khan. Tapi di film itu gak ada kata pamungkasnya.
Gue langsung menuju temen-temen gue yang udah nunggu dari tadi.
“lama banget sih?”
“tau tuh orang gila, dikiranya gue teroris kali. Mentang-mentang gue keliatan cerdas.” Kata gue cuek.
“udah yuk, masuk aja langsung. Yang laen udah pada duluan”
Kita pun masuk ke Balairung, berdesakan banget. kita nggak kebagian tempat duduk, dan akhirnya Cuma bisa berdiri di belakang. Untungnya ada AC di belakang sini jadi bisa ngadem. Lagi asik ngadem, si MC bilang kalo sebentar lagi acara dimulai. Dan beberapa saat kemudian, datanglah pemimpin Negara Adikuasa itu lalu memasuki podium. Gemuruh peserta bersorak dan bertepuk tangan. Lampu  kamera berkilatan. Gue liat ke depan, Nampak lah seorang laki-laki kurus, tinggi, item, dengan rambut seadanya. Itu yang namanya Obama. Orang itu. Orang yang selama ini Cuma bisa gue liat di tv. Seorang keturunan afro amerika yang menjadi pemimpin Negara paling berpengaruh di dunia. Gara-gara dia gue sampe digeledahin kaya’tadi. Tepuk tangan peserta juga teriakan histeris pun menggema mana kala orang itu berkata; ‘sate.., bakso..’. Orang  Indonesia memang mudah tersanjung dan terbawa simpati jika bahasa atau kebudayaannya diucapkan oleh orang luar negeri. apalagi yang bilang Presiden  Amerika. Merasa disanjung sampai kelangit. Ironis.


Bosan dengan pidato Obama, gue ngadem lagi ke deket AC sama si Aris. Gue denger obrolan  beberapa mahasiswa dari kampus lain yang lagi ngomongin Obama.
“padahal biasa aja ya orangnya” kata seorang cewek dengan baju batik dan rok hitam selutut.
“Iya, tapi gila aja kan, dari depan sampe sini pengamanannya super ketat. Persiapannya juga udah dari sebulan yang lalu. Buat acara kaya gini doang” cowok berambut gondrong rapi, berkemeja hitam.
“belum lagi staf sama personel regu Air Force One yang siap siaga buat dia” temennnya nambahin.
“parah ya, dia udah kaya orang nomer satu di dunia..” si cewek tadi berstatement.

Singkat cerita, setelah acara yang berlangsung sekitar setengah jam itu selesai, (gila kan, Cuma setengah jam doang dia ngomong, kita nunggu hampir tiga jam), obama pulang, dan kami pun pulang menuju kampus. (eh mampir dulu di warung bebek di kawasan dewi sartika).

Keesokan harinya di kelas Ilmu Perbandingan Administrasi Negara, dosen gue, pak Wahyu yang tau bahwa gue ikut acara tersebut, bertanya sama gue, ‘apa yang bisa kamu share tentang Obama kemarin?’ gue jawab: “dia adalah.. manusia setengah Dewa yang Cuma numpang ngomong; ‘satee.., baksoo..’. abis itu pulang.”

1 komentar:

  1. Infonya Bermanfaat Gan, Terimakasih banyak Lain Kali saya kunjungi ke sini.

    BalasHapus

please your comment here