Minggu, 07 Juli 2013

bingung mau ngasih judul apa



Gue baru balik lagi ke bekasi setelah du bualan pulang ke kampong gue, Bayah. Gue pulang ke bayah karna Setelah gue sadari seluruh waktu yang gue habisin dibekasi hanya sia-sia. Proyek skripsi yang gue kerjain berjalan sangat alot dan lambat. Gue nggak semangat untuk hal ini. Ada sesuatu yang membuat gue nggak bisa focus. Gue juga seakan sulit untuk memahami teori-teori tentang skripsi gue. Seolah-olah kebodohan menyerbu otak gue dan mengendalikannya. Ketika gue berusaha lebih keraslagi , gue menemui jalan buntu; laptop gue mati. Gue putus asa. Kemudian gue memutuskan untuk pulang.

Di kampung, gue juga dalam tekanan. Nyokap bokap gue nggak habis pikir, gimana bisa gue belum juga bisa menyelesaikan skripsi gue yang udah setahun lebih gue kerjain.  Selama ini mereka selalu mendukung gue, ngasih semangat, motivasi, dan biaya. Tapi semuanya nihil. Akhirnya mereka mencium aroma keputus asaan gue. Nyokap gue bilang, berapa harga sebuah skripsi?, tiga juta, atau lima juta?, dia sanggup bayarin. Asal gue lulus.

Gue nggak bisa terima dengan hal itu. Gue merasa dipecundangi. Gue masih sanggup bikin skripsi sendiri, kenapa harus bayar orang?, gue nggak sebodoh itu. Lagian gue nggak tega nyokap gue sampe ngeluarin biaya segitu besar Cuma buat skripsi. Gue bilang sama nyokap gue bakal balik lagi ke bekasi, gue beresin skripsi gue.

Dan sesampainya gue dibekasi, gue langsung fotokopi kuestioner untuk dibagikan ke responden gue di dinas social. Sebenarnya kuestioner itu masih belum sempurna, tapi gue nggak peduli lagi. Besoknya, gue ke dinsos dan nyebarin kuestioner. Ternyata hari itu mereka mau pada rapat. Akhirnya gue Cuma bisa nyerahin kuestioner nya ke kabag umum, ibu Nurhayati. Gue buat janji, besok gue ngambi lagi kuestionernya.  Dia pun menyetujui.

Pulang dari dinsos, gue mampir dulu di tukang ketoprak seberang kampus. Dulu disini gue dan temen-temen sering makan bareng. Ngobrol, becanda, ketawa-tawa. Sekarang mereka udah pada lulus. Dari sini gue pandangi keseberang jalan. Gerbang kampus yang begitu besar, terbuka dengan lebar. Lima tahun yang lalu gue masuk kesana untuk pertama kalinya dan sampai sekarang, lima tahun berlalu, gue masih terperangkap didalamnya, gue kesulitan untuk keluar dari sana. Melepaskan diri dari belenggu ilmu pengetahuan.

Banyak yang berubah dari wajah kota ini. Dari orang-orang yang ada disini. ya, semuanya berubah. Semua orang berubah, bergerak, melaju, berlari, mengejar tujuannya. Meraih impiannya. Menggapai cita-citanya. Tapi gue?, gue Cuma bisa diam, menyaksikan semua pertunjukan itu berlangsung dihadapan gue. Apa yang harus gue kejar, gue raih, gue gapai. Semuanya udah hilang. Gue Cuma pengen ngasih secuil kebahagiaan buat orang tua gue.

Mungkin tiada lagi seberkas cahaya di ujung terowongan gelap, sunyi, dan dingin ini. Tapi gue masih mencoba menyalakan cahaya dengan segenap tenaga yang tersisa, dan mencoba mencari jalan keluar dari sana. Insya Allah..

0 komentar:

Posting Komentar

please your comment here