Termenung ku duduk beralaskan pasir putih nan lembut, pandangan mataku tertuju ke suatu titik dimana laut dan langit bersatu.. sang surya berwarna jingga hanya tinggal separuhnya saja diatas garis antara laut dan langit yang tak lagi berwarna biru, seakan berat untuk meninggalkan ku sendiri dan tenggelam. Seonggok karang besar kokoh berdiri menantang badai, memecah gelombang laut selatan nan ganas, membuyarkannya menjadi titik –titik air berwarna putih berhamburan ke angkasa. Gulungan ombak saling berlarian berkejar-kejaran, berlomba untuk tiba dibibir pantai, menyentuh pasir yang masih rerasa hangat. Perahu nelayan dengan jala-jala usangnya perlahan merapat ke tepian pantai yang disambut segerombolan bocah pesisir bertelanjang badan, hitam dan kumal yang menyongsong kedatangannya, berebut mendorong perahu itu ke tepi pantai demi seekor atau dua ekor ikan tembang kurus dari sang nelayan yang telah berjuang menaklukan samudera untuk sesuap nasi bagi anak istrinya. Sepasang kekasih yang tadi duduk berdampingan diatas batu karang di tepi muara menikmati indahnya sunset telah beranjak hendak meninggalkan sejuta pesona pantai ini. Daun-daun nyiur dengan sangat terpaksa berlambaian entah kepada sang surya yang sebentar lagi terbenam ataukah pada sepasang kekasih yang akan meninggalkan tempat ini. Aku masih terdiam disini, masih terdapat sedikit perasaan itu, bayangannya, senyumnya, dan perhatiannya padaku. Ku ingin menyaksikan mentari yang setia menerangi hari-hari ku itu tenggelam tinnggalkan aku disini. Kuharap dengan tenggelamnya mentari semua perasaan itu juga ikut sirna. Selamat tinggal matahariku. Terima kasih atas semua cahaya yang kau berikan padaku. Tinggalkanlah aku sendiri, walau ku tahu kegelapan akan segera menyelimutiku. Biarkanlah kini kunanti datangnya sang rembulan yang mungkin kan damaikan hati, terangiku dikala gelapnya malam, atau mentari baru yang kan muncul dibalik pagi yang dingin.
Pulomanuk, 20 Desember 2009
0 komentar:
Posting Komentar
please your comment here